• About

unspoken mind

~ if you can't tell, just write

unspoken mind

Monthly Archives: October 2015

Surat dari Dokter untuk Sejawat, Negara dan Masyarakat

25 Sunday Oct 2015

Posted by Rofida Lathifah in doctor, opinion

≈ 2 Comments

Tags

dokter, dokter di indonesia, dokter di masa depan, gaji dokter, malpraktek, negara, pendidikan fk

IMG_2921Selamat Hari Dokter Nasional!
Apakah dengan diperingatinya hari ini kemudian dokter bisa lebih baik dari sebelumnya? Bisa dan tidak.

Saya seorang dokter. Kebetulan kemarin baru saja mengikuti seminar di Jakarta tentang berbagai info dari dunia kesehatan. Baik dunia dokter, rumah sakit, BPJS, hukum kesehatan dan lain-lain.

Berangkat dari sebuah pertanyaan. Mengapa seseorang menjadi dokter? Ternyata jawabannya bervariasi. Yang paling idealis akan menjawab “ingin membantu orang lain”. Kenyataannya, dunia tak seindah itu.
Banyak sekali yang menempuh pendidikan dokter karena disuruh orang tua. Dengan anggapan profesi dokter memiliki prestis yang tinggi. Cari duit gampang, seminar di hotel berbintang. Lalu apa yang dilakukan para orang tua tersebut? Membayar berapapun harga agar anaknya diterima di fakultas kedokteran (FK). Tidak harus negeri. Swasta pun dijabani. Mutu sering dikesampingkan. Nggak penting jadi dokter yang kaya gimana, yang penting dapet gelar dokter.

Bagi orang berotak bisnis, ini adalah kesempatan besar untuk membuat industri FK. Pemilik akan melakukan berbagai cara agar diberi izin mendirikan FK, dengan niat mengambil untung sebanyak-banyaknya.

Siapa yang jadi korban?
Mereka yang tidak nyaman masuk FK. Mereka yang masuk hanya karena dipaksa dan selama pendidikan tidak menemukan alasan mengapa mereka harus disana.
Belajar sekedarnya. Lulus sekedarnya. Kalau nggak lulus ujian semester berkali-kali, ya di DO. Bila tidak lulus ujian kompetensi dokter pun, para FK tidak mau bertanggung jawab atas mahasiswanya itu. Harus kemanakah mereka pergi? Sedangkan usia sudah tidak muda lagi. Karena keegoisan orang tua dan kampus yang tidak bertanggung jawab, mereka terlunta-lunta.

Profesi dokter sudah berbeda dengan dulu. Bukalah matamu. Dokter dianggap dewa. Bedanya, bila dulu pasien akan menurut saja apa kata dokter, sekarang tidak. Dokter harus menjadi dewa, dokter harus bisa menyembuhkan pasiennya. Bila tidak sembuh atau terjadi hal tidak diinginkan, dianggap malpraktek. Dituntut. Dipenjara. Tidak ada perlindungan hukum sama sekali. Untaian kata-kata indah hanya termaktub dalam undang-undang. Pelaksanaannya? Nol besar. Dokter harus menjadi dewa, dengan hati seluas samudera. Tidak boleh mencari uang dari profesi mulia. Padahal kami manusia. Kami punya keluarga. Kami juga penduduk Indonesia.

Adakah dokter yang berperilaku buruk? BANYAK! Lalu adakah yang berperilaku baik? LEBIH BANYAK LAGI! Mengapa dokter berperilaku buruk? Bila bisa disimpulkan, karena uang. Biaya kuliah mahal, harus balik modal. Seminar di hotel bintang lima dengan harga berjuta. Dilihat tetangga kanan kiri. Katanya dokter, tapi kok nggak punya mobil? Kredit lah dia. Tidak bisa menutup kredit, terjebak dalam penulisan resep obat oleh pabrik farmasi. Biaya sekolah anak mahal, melanjutkan spesialis mahal, gaji dari pemerintah tidak mencukupi. Di Indonesia, pemasukan dokter berbanding lurus dengan jumlah pasien yang ditangani di tempat praktek non pemerintah. Pasien di RS negeri terlunta karena dokter menomorduakannya.

Dimanakah dokter yang baik? Jangan lupa. Mereka ada. Tersebar dimana-mana. Di ujung terluar pulau, memperbaiki puskesmas yang sistemnya porak poranda. Menjadi dokter di rumah sakit, dengan niat menyehatkan pasiennya. Menjadi dosen pengajar, menyalurkan segala ilmunya. Dokter-dokter itu ada. Dia memang mencari nafkah dengan berusaha menyehatkan orang lain. Menuliskan resep sewajarnya. Tidak tergoda gaya hidup dunia yang membahana. Apa yang terjadi saat para dokter ini berusaha menyelamatkan pasien kemudian dituntut karena hasilnya tidak sesuai dengan keinginan pasien dan keluarga? Mereka depresi. Tidak akan pernah bisa kembali mengobati pasien seperti semula.

Sudah cukup. Jangan paksa seorang anak menjadi dokter dengan menghalalkan segala cara. Biarkan dia memilih dan diberi jalan terbaik olehNya.

Sudah cukup. Ubah mindset dokter adalah profesi yang bergelimang dunia. Menjadi dokter tidak harus kaya harta. Akan tetapi harus kaya jiwa.

Jangan mau dibodohi. Gelar dokter saja tidak cukup. Sisihkan saja uangmu untuk hal lain. Daripada menyekolahkan anakmu ke kampus yang tidak jelas mutu pendidikannya.

Dokter bukan dewa. Dokter hanya manusia. Kami bisa salah, ingatkan kami, maafkan kami.

Tidak perlulah seminar di hotel bintang lima. Tidak perlu iming-iming jalan-jalan keluar negeri. Bila sebagai ganti, harus didikte industri farmasi untuk memeras pasien.

Mendidik seorang dokter harus dengan hati. Tidak bisa senioritas belaka. Dunia feodal FK harus segera ditinggalkan. Supaya dokter bisa lebih memanusiakan sesama.

Alangkah baiknya bila gaji dokter diatur negara. Sesuai dengan porsinya. Jumlah pasien yang sesuai kapasitasnya. Pasien senang, dokter bisa melayani maksimal. Daerah kecil harus dibangun. Supaya dokter dan masyarakat bisa berkeluarga dengan nyaman disana.

Dalam sistem kesehatan, harus ada yang membayar. Entah itu pemerintah, asuransi maupun kantong pribadi. Lalu bila ada kampanye kesehatan murah, bahkan gratis, bagaimana mungkin akan menghasilkan pelayanan medis dengan hasil maksimal? Siapa yang akan membayar biaya obat, biaya alat, sewa kamar, dan lainnya? Tidak sedikit dokter dan tenaga medis yang bersedia tidak diberi balas jasa atas tindakannya, bila memang dana yang ada tidak mencukupi. Asal pasien masih bisa dapat obat dan tindakan yang seharusnya.

Di acara seminar yang saya hadiri, terdapat pula hospital expo. Menampilkan berbagai alat medis dari perusahaan nasional dan internasional. Sungguh. Masa depan juga ada disana. Dengan berbagai peralatan canggih. Apakah itu murah? Tidak. Belum lagi kenyataan yang menampar bahwa alat tersebut dikenai pajak barang mewah. Padahal, padahal alat tersebut digunakan untuk membantu orang sakit agar kembali sehat. Untuk menyejahterakan bangsa.

Wahai para pembuat kebijakan, saya tahu peer kalian juga banyak. Angka kematian ibu yang masih tinggi, gizi buruk yang tak kunjung reda, dan berbagai masalah lainnya. Memotong dari hulu adalah penting. Bahwa FK dengan mutu yang abal-abal harus segera ditindaklanjuti. Agar tak terjadi korban berikutnya yang terlunta. Setelah diambil hartanya berjuta-juta. Bahwa harus ada perlindungan hukum yang nyata bagi para dokter, supaya mereka bekerja dengan aman. Bahwa pajak alat kesehatan harus diturunkan bahkan mungkin dihilangkan. Demi mewujudkan Indonesia sehat.

Wahai para dokter, pasienmu bukan mesin ATM. Sesungguhnya mereka sedang meminta pertolongan. Jangan manfaatkan ketidaktahuan mereka untuk memuaskan hasrat dunia kita. Bukan perbuatan dosa bila dokter mencari nafkah dengan praktik. Secukupnya saja. Jangan berlebihan. Jangan menjerumuskan dirimu dan keluargamu, sehingga pasien harus dikorbankan. Sungguh, dokter adalah profesi mulia. Mulia tidak berarti tinggi. Sekali lagi kita bukan dewa. Kita manusia biasa. Tempat salah dan lupa. Mari mencari rezeki dari profesi dokter dengan sebaik-baik cara.

dr.Rofida Lathifah
-Seorang dokter yang percaya bahwa terwujudnya Indonesia sehat bukanlah mimpi belaka-

Advertisements

Tips Saat Jauh dari Pasangan

14 Wednesday Oct 2015

Posted by Rofida Lathifah in family

≈ Leave a comment

Tags

jauh dari suami, LDM, LDR, pernikahan, tips jauh dari suami

IMG_1752 Adakah yang tinggal berjauhan dengan suami? Atau sering ditinggal suami untuk bekerja diluar kota? Di zaman modern ini, tinggal berbeda kota dengan suami seperti hal yang tak terelakkan, terutama bila Bunda adalah istri yang bekerja.

Tentu kita akan merasa sedih dan kesepian karena tidak bisa setiap hari berjumpa. Namun sebenarnya kita bisa menyiasati agar hubungan tetap harmonis, tidak melulu merasa sendiri serta bisa bekerja dengan optimal.

Nah. Apa saja yang bisa kita lakukan?

  1. Memberi kabar

Meski suami tidak meminta, tidak ada salahnya bila kita bercerita tentang aktifitas sehari-hari. Pergi ke pasar, mengantar anak ke sekolah, pengajian di rumah tetangga, dan lainnya. Suami akan senang. Apalagi dengan teknologi saat ini, kita bisa memanfaatkan video call ketika rasa kangen melanda. Karena percayalah, saat dia jauh dari kita, dia pun merasa bersalah karena tidak bisa melindungi secara langsung. Memberi kabar kepada suami secara tidak langsung memberitahukan bahwa kita dalam kondisi aman dan baik. Jangan lupa meminta izin suami bila harus meninggalkan rumah bukan untuk mengerjakan hal yang rutin.

  1. Hindari curiga tanpa alasan

Bila suami tidak ada kabar atau tidak segera membalas pesan, hindari berpikir negatif. Pikiran yang negatif tidak akan membuat suami segera membalas pesan. Sebaliknya, kita akan menjadi tidak produktif karena kekhawatiran yang berlebihan. Lebih baik berdoa agar suami dalam kondisi aman. Tanyakan dengan sopan bila akhirnya suami memberi kabar. Jangan mencecar dengan nada kasar karena suami akan merasa tidak dipercaya.

  1. Lakukan hal kecil namun konsisten

Seperti memberi ucapan selamat bangun tidur, selamat pagi, selamat makan, selamat tidur, atau yang lainnya. Suami akan merasa diperhatikan. Mungkin terdengar biasa saja, tapi pasti kita tidak ingin ada wanita lain yang mengucapkan kepada suami kita bukan?

  1. Saling memaafkan

Bila suami akan berangkat bekerja, pastikan segala permasalahan penting antara kita dan suami sudah terselesaikan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun pasti kita tidak ingin bila hal terakhir yang kita berikan suami bukan rasa cinta.

  1. Berdoa agar suami senantiasa dilindungi

Manusia memiliki keterbatasan. Maka untuk menjangkau hal diluar batas kemampuan kita, seperti menjaga suami yang berada diluar kota, kita bisa berdoa. Memohon kepada Allah agar suami selalu dalam perlindunganNya dan agar apa yang dikerjakan oleh suami bisa bermanfaat untuk banyak orang.

Dengan melakukan hal diatas, berjauhan dengan suami justru bisa menjadikan kita dan suami semakin mesra. Lho kok bisa? Karena bila bertemu lagi dengan suami, akan terasa berdebar seperti saat pertama jumpa!

Kekuatan Perisai Doa

11 Sunday Oct 2015

Posted by Rofida Lathifah in beauty of Islam, family, opinion

≈ Leave a comment

Tags

agar anak mandiri, asrama, bekal untuk anak, keluarga, mandiri, pendidikan, pergaulan remaja, sekolah di luar kota

img_7130-0Berawal dari saya yang menjumpai pasien HIV-AIDS di usia muda, 33 tahun. HIV sendiri memiliki jangka waktu yang relatif lama untuk berkembang menimbulkan berbagai macam gejala. Kurang lebih 5 tahun. Bila usia 33 tahun dia sudah terdiagnosis, pada usia berapa kira-kira memperoleh virus tersebut? Ya. 27 tahun.

 
Saya berkonsultasi dengan ayah terkait pasien tersebut. Kemudian ayah bercerita tentang pengalamannya semasa SMA dan saat menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Malang.

 
Ayah lahir di pedalaman Nganjuk. Di sebuah desa bernama Cengkok. Dari kedua orang tua yang berprofesi sebagai petani. Mayoritas kakak-kakak dari ayah pernah mengenyam pendidikan pondok pesantren. Ayah sendiri saat SMA, merantau ke Malang untuk bersekolah di SMA PPSP (saat ini SMAN 8 Malang).

 
Sering sekali saat sekolah, beliau diminta teman sekelasnya untuk mengajari materi yang tidak dipahami di sekolah. Ayah diajak ke rumah mereka kemudian diberi berbagai hadiah sebagai ucapan terima kasih. Saat itu pesan kakak dari ayah hanya satu, jangan menginap bila belajar. Maksimal jam 9 malam harus sudah pulang ke kos. Aturan tersebut dipatuhi ayah. Sampai suatu ketika, ayah mau tidak mau harus menginap di rumah temannya.

 
Bila jam 9 biasanya sudah terlelap, tidak demikian saat menginap di rumah teman. Ayah masih ngobrol kesana kemari, hingga hampir tengah malam kemudian merasa lapar dan memutuskan mencari makanan di luar. Ketika akhirnya membeli makanan di luar, ternyata teman-teman ayah yang lain ikut menyusul dan bergabung. Kemudian tercetuslah ide untuk “mengganggu” orang-orang yang pacaran di sekitar lokasi sekolah. Pada zaman itu, di sekitar sekolah masih sepi, banyak pepohonan sehingga menjadi tempat favorit untuk pacaran.

 
Nah bagaimana teman-teman ayah mengganggu mereka? Dengan meminta uang. Istilah kerennya “malak”. Awalnya ayah tidak sadar. Untuk teman-teman ayah, hal itu hanya jadi keisengan saja. Namun kemudian ayah berpikir, lho kalau kayak gini aku lak jadi preman? Kerjaannya malakin orang. Sejak saat itu, ayah tidak pernah menginap di rumah teman lagi.

 
Menurut penuturan ayah, beliau bisa sadar bahwa itu perbuatan yang tidak baik berkat doa dari orang tua. Mereka tidak tahu apa yang dikerjakan ayah di Malang. Namun mereka selalu menyebut ayah dalam doa, memohon supaya ayah selalu dalam perlindunganNya.

 
Biasanya kenakalan terjadi karena berawal dari ajakan seorang teman dekat yang tidak bisa ditolak. Kita sungkan kalau nggak ikut. Kita kan perantau, dari desa yang pindah ke kota. Sekali-kali melihat kehidupan kota itu seperti apa.

 
Bagi orang tua, menyekolahkan anak ke luar kota juga merupakan hal yang seringkali tidak bisa dihindari. Untuk mendukung anak-anaknya mencari ilmu, mereka menyediakan segala fasilitas lengkap. Diberi rumah, mobil, pembantu, sopir, dan lain-lain. Dengan harapan sang anak dapat menimba ilmu dengan sebaik-baiknya.

 

 

Ada hal yang terlupakan. Sebuah kontrol. Ketika anak berada jauh dari orang tua, mereka akan sering menghabiskan waktu bersama teman. Teman seperti apa yang ada di lingkungan anak kita? Benarkah anak kita sudah bertindak di jalan yang benar? Atau justru malah menyimpang?

 
Saat PPDS di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang, ayah pernah menjumpai pasien seorang mahasiswa. Masuk rumah sakit karena tidak sadar. Setelah diperiksa lebih lanjut, pasien itu diperkirakan mengalami over dosis obat terlarang. Orang tua datang tergopoh-gopoh dari luar kota, menanyakan kondisi sang anak.
Setelah diberi penjelasan, beliau bercerita. Bahwa dia sudah memberikan segalanya untuk sang anak. Pasien dan adiknya menempuh pendidikan di Malang, diberi segala fasilitas. Tidak menyangka bila akan menjadi begini. Padahal selama ini, mereka baik-baik saja menurut pembantu dan sopir yang ikut bersama mereka. Usut punya usut, sang adik juga sudah terpengaruh obat, dan rumah mereka menjadi basecamp untuk teman-temannya “ngobat”.
Belum lama ini kita juga disuguhi berita tentang salah satu mahasiswa di Malang yang mengancam pacarnya untuk mencarikan perempuan lain yang masih perawan. Bila tidak dituruti, foto-foto sang pacar akan disebar. Ternyata sang pacar sudah tertekan dalam waktu yang lama. Dia sering dipaksa melayani nafsu di rumah mahasiswa itu. Di rumah tidak ada siapa-siapa karena memang sang mahasiswa berasal dari luar kota.

Betapa hancur hati orang tua. Ketika sang anak melakukan hal yang menyimpang dari jalanNya. Namun mungkin sebagai orang tua juga perlu introspeksi diri. Sudah cukupkah bekal yang diberikan untuk anak? Tidak hanya materi. Tapi juga spiritual. Agar mereka mampu berdiri tegak di tengah terjangan godaan dunia. Banyak juga anak yang sukses meski jauh dari orang tua dan diberi rumah sendiri. Hal itu tidak lepas dari kontrol yang baik tentunya.

Sudahkah mendoakan anak-anak kita? Ataukah kita hanya peduli pada nilai mereka? IP dan prestasi mereka? Lupa bahwa sang anak berada di tengah rimba kehidupan. Kemaksiatan bisa mengintai kapan saja.
Ayah saya sendiri lebih memilih untuk menitipkan anaknya di sebuah lembaga atau sekolah yang terpercaya. Paling tidak sang anak akan diatur dalam sebuah sistem. Bila sistemnya belum bagus, ayah akan membantu memperbaiki dengan kapasitas sebagai wali murid. Sang anak juga sudah dipersiapkan jauh-jauh hari tentunya. Agar tidak kaget bila berhadapan dengan sistem tersebut.
Bila pilihan sudah diambil, apakah berhenti sampai disana? Tentu tidak. Pekerjaan menjadi orang tua tidak pernah berhenti hingga bertemu di surga nanti. Untuk itu bagi para orang tua, sebutlah anakmu selalu dalam doa. Untuk para anak, mintalah perlindungan hanya padaNya. Setan tidak akan pernah berhenti menggoda. Dan hanya Allah Sebaik Baik Penjaga.

Recent Posts

  • The Making of Dormi(s)tory
  • Kuliah di S2 Administrasi Rumah Sakit Unair (part 1)
  • Aplikasi BNI Mobile (10)
  • Aplikasi Trello (9)
  • Aplikasi Evernote (8)

Archives

  • February 2019
  • July 2018
  • May 2018
  • April 2018
  • January 2018
  • November 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • July 2015
  • April 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • November 2014
  • September 2014
  • July 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • October 2013
  • February 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012

Categories

  • around the world
  • beauty of Islam
  • books
  • doctor
  • family
  • hospital life
  • Indonesia Medika
  • Institut Ibu Profesional
  • lesson from lecture
  • opinion
  • quotes
  • review
  • social life
  • Uncategorized

Top Posts & Pages

  • Persiapan Akreditasi Rumah Sakit
  • Mau Foto Keluarga di Jombang? Idea Studio Bisa Jadi Pilihan
  • Bila Suamimu Seorang Dokter
  • Tips dan Trik Beasiswa Unggulan
  • Mengapa Harus Insan Cendekia?

Twitter Updates

Error: Twitter did not respond. Please wait a few minutes and refresh this page.

Advertisements

Create a free website or blog at WordPress.com.

Cancel
Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy